Oleh: Nur Kamdani – Dirut Bank Anjuk Ladang *)
TAHUN 2024 menjadi tahun penuh tantangan bagi industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia. Tidak kurang dari 20 BPR harus menutup operasionalnya, dengan berbagai permasalahan mendasar seperti kekosongan struktur organisasi, lemahnya proses analisis kredit, serta kasus fraud, mulai dari pemalsuan tanda tangan hingga penyalahgunaan dana oleh pegawai.
Kondisi industri juga ditandai dengan tingginya rasio BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) di beberapa wilayah, termasuk Kediri yang mencatat angka 55,88%, di atas rata-rata industri. Faktor ini menegaskan perlunya langkah strategis, seperti digitalisasi dan penguatan pengendalian internal, guna meningkatkan transparansi serta efisiensi operasional.
Dinamika dan Tantangan di 2025:
1. Keandalan Core Banking System
Pemberlakuan SAK EP dan CKPN yang menggantikan sistem PPAP menjadi tantangan baru bagi banyak BPR. Sebagian besar BPR memiliki keterbatasan anggaran dalam mengadopsi teknologi mutakhir, padahal sistem teknologi yang mumpuni menjadi syarat utama untuk pengelolaan data besar dan analisis prediktif.
2. Digitalisasi Proses Bisnis
Meskipun digitalisasi semakin digencarkan, implementasi teknologi di BPR masih menemui hambatan, terutama dalam hal biaya investasi, infrastruktur, dan kesiapan SDM. Digitalisasi bukan sekadar modernisasi layanan, tetapi juga menjadi strategi efisiensi operasional dan peningkatan daya saing.
3. Pemenuhan Modal Inti
Tantangan berikutnya adalah pemenuhan modal inti minimum, yang semakin ketat akibat kebijakan konsolidasi dan regulasi yang lebih ketat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah transparansi keuangan untuk menarik investor, maksimalisasi efisiensi operasional untuk meningkatkan laba ditahan, serta merger dan konsolidasi sebagai solusi jangka panjang.
4. Pengelolaan Risiko Kredit yang Lebih Ketat
Tahun 2024 ditandai dengan peningkatan rasio NPL (Non-Performing Loan). Rasio NPL/NPF di wilayah OJK Kediri naik dari 10,55% (September 2023) menjadi 10,92% (September 2024). Untuk menghadapi situasi ini, BPR perlu memperketat proses analisis kredit, meningkatkan kapasitas SDM di bidang mitigasi risiko, serta memperkuat literasi keuangan bagi nasabah guna mengurangi risiko gagal bayar.
5. Peningkatan Tata Kelola dan Kepatuhan
Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) menjadi faktor krusial dalam menjaga keberlanjutan bisnis BPR. Regulasi yang semakin ketat di tahun 2024 memberikan tantangan baru bagi industri ini, terutama terkait adaptasi SDM terhadap kebijakan terbaru.
Kesimpulan Tahun 2024 memberikan banyak pelajaran bagi industri BPR, terutama dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dan manajemen risiko. Dengan strategi yang tepat, 2025 dapat menjadi moment penting bagi BPR untuk memperkuat daya saing, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengoptimalkan tata kelola perusahaan.
Jika BPR mampu beradaptasi dengan digitalisasi, memenuhi ketentuan permodalan, serta menerapkan tata kelola yang lebih baik, maka mereka dapat tetap eksis dan menjadi motor penggerak perekonomian daerah yang tangguh. Kata Kuncinya BPR, konsolidasi, risiko kredit, tata kelola, permodalan, digitalisasi.